I've seen You moved, You moved the mountains
And I believe, I'll see You do it again
You made a way, where there was no wayAnd I believe, I'll see You do it again
Your promise still stands
Great is Your faithfulness, faithfulness
I'm still in Your hands
This is my confidence: You've never failed me yet.
- Do It Again (Elevation Worship)
Aku nggak akan lupa apa yang sudah Tuhan perbuat sampai sejauh ini. Aku mengenal suara yang memanggilku ke sini. Karena jika tidak, tidak mungkin aku sampai di titik ini. Akan jadi sangat panjang posting ini kalau aku tulis semua mujizat demi mujizat yang pernah kualami. Kucoba menyingkatnya.
Susahnya cari kos di Surabaya yang membuat aku bertemu dengan ibu kos yang sampai sekarang seperti keluarga sendiri. Urusan visa yang ribet bisa selesai pada akhirnya bahkan tanpa wawancara. Visa yang tertunda malah membuatku sempat punya waktu untuk ikut pelayanan terakhir kali di Salatiga dan pamitan dengan keluarga besar. Parahnya lagi, ternyata itu menghindarkanku dari demo besar-besaran di Jakarta yang ternyata agak ricuh. Nahh di situ aku juga belajar beriman lewat beli tiket tanpa visa di tangan dan berakhir dengan tepat sekali.
There was a little panic on D-Day. Kami kesiangan! Udah gitu, sampai di bandara bukannya cepetan check in, malah sempet ke toilet dan foto-foto dulu. Ah ya, di situ Philip dan Vanya datang tepat waktu banget. Beberapa orang lain yang seharusnya juga datang kena masalah dengan ban bocor mereka. Epic sekali. Trus beneran telat deh. Sempet panik gitu, tapi puji Tuhan dapet tiket lagi. Hmm, tapi kok adanya ke bandara lain ya? Setelah tiba di Jakarta baru menyadari satu hal. Keterlambatan ini menyelamatkan kami dari keterlambatan yang lebih fatal lagi. Bandara yang baru ini lebih dekat ke kedutaan daripada bandara yang sebelumnya, dan di saat itu ada macet parah di jalur yang seharusnya kami ambil kalo nggak terlambat. Kami tiba di kedutaan untuk ambil visa sekitar 45 menit sebelum kedutaan tutup. God is simply amazing! Look. God's timing is much better as yours. *ngomong ke diri sendiri*
Saat aku pertama kali mendarat di sini, aku tak benar-benar sendiri dan aku memiliki keluarga. Sebelum aku memutuskan kuliah di sini, aku tak pernah tau kalau aku punya eyang dan tante di Jerman. Well, tau sih, tapi tak menduga bahwa aku akan tinggal bersama mereka untuk beberapa saat dan natalan nggak sendirian deh. Bersyukur banget. Really.
Sekolah bahasa di sini berjalan dengan lancar dan aku diterima di Studienkolleg pertama yang kudaftar, di Nordhausen. Saat itu aku cukup terkejut. Saat itu aku sudah mulai kuatir dengan pemikiran "How if I should wait until the next semester? What should I do?" dll. Dan tiba-tiba aku diterima. Tapi saat itu juga Roh Kudus mengingatkan bahwa kota yang sebelumnya Tuhan bilang bukanlah itu, melainkan Hannover. Agak bodo amat, akhirnya aku pindah ke Nordhausen, tapi tetap menulis tes di Hannover.
Pada saat pengumuman Hannover dipublikasi, aku shock. Aku diterima. Bukan itu yang membuatku shock. Puluhan orang lain ditolak karena mereka sudah terdaftar di Studienkolleg. Termasuk temanku di Nordhausen. Oh nein. What is it? Ternyata ada sebuah peraturan bahwa orang yang sudah terdaftar di Studienkolleg lain, tak akan diterima lagi di Hannover. Lalu aku? Bagaimana bisa aku diterima? Saat itu aku sedikit panik, tapi akhirnya aku mengerti. Rencana Tuhan akan tetap berjalan. Apapun yang terjadi. God opened the way when there was no way.
Akhirnya aku harus pindah lagi ke Hannover. Tuhan menyertai setiap kepindahanku. Ia selalu menyediakan tempat untukku tinggal. Kali ini aku dipertemukan dengan sepupu mamaku. Oh God, how could you still take care of me, even when I didn't obey?
Setelah beberapa saat, aku harus segera cari tempat tinggal, tapi tak ada satu pun yang kudapat. Sekian banyak kamar yang kudatangi dan tak ada satu pun yang dapat kusewa. I was really really frustated. I thought that His mercy runs out. But you know what, I was totally wrong. He waited. He waited for the right timing, so that I met someone, that should know Him.
Kami sama-sama stress mencari rumah, sampai suatu hari sesuatu terjadi. Kebetulan (atau tidak kebetulan), temanku ini mengontakku untuk bertanya tentang tugas lalu aku mengajak dia untuk makan di Mensa. Setelah berbicara ini itu, kami akhirnya pergi ke lembaga mahasiswa yang mengurus tentang kamar untuk ke sekian kalinya. Untukku, itu ke-5. Dia sebenarnya sudah hopeless dan nggak mau datang lagi ke situ, tapi aku cukup yakin bahwa kami hanya perlu datang 1x ini saja.
Setengah jam sebelum jam buka, kami sudah di situ dan sejujurnya nggak berharap ada yang membukakan pintu seawal itu. Tapi tiba-tiba seseorang membuka pintunya. Sebenarnya dia sudah bilang bahwa tak ada kamar lagi, tapi setelah beberapa saat kami diajak masuk ke ruangannya dan pada akhirnya mendapat 2 kamar di apartemen yang sama!! Pada hari itu kami banyak berbincang sampai dia berkata bahwa sudah sejak lama dia mendengar tentang Yesus di negaranya dan ingin ke gereja tapi tak ada teman. Sekarang? Oh she is a really sweet God's princess. She always tells me how God loves her, how she thankful that Jesus has died and rosen for her and how she trust Him. Sweet.
But there was still a problem. Kamar itu bisa ditempati mulai Juli, tapi saat itu masih akhir Mei. Pada suatu hari, dia mendapat kamar yang dapat disewa selama bulan Juni. Beberapa menit kemudian, temanku menelepon dan bilang bahwa dia mau membantuku. Aku sempat tinggal semalam di rumahnya, sampai seorang teman lain bilang bahwa aku bisa tinggal di apartemennya. Saat itu dia tinggal di rumah orang tuanya lagi, karena memang sudah berencana pindah. Tapi pada bulan Juni apartemen itu kosong. Dia memberi apartemennya gratis untukku. Can you believe it? Kami baru bertemu 1 kali di gereja, dan dia langsung memberikan apartemennya. Dia hanya berkata bahwa dia merasa dia harus membantuku. Oh man, at the time I know it was God. I didn't only have an apartment to live, I got a sister! Kami selalu tertawa saat mengingat awal sisterhood kami. God planned it reaaally smooth.
Tak berhenti di situ. Di bulan itu aku mendapat tempat praktikumku di rumah sakit. Praktikum itu benar-benar waktu yang luar biasa. I've wrote about it here. Aku mendapatnya juga tidak dengan biasa-biasa saja. Tuhan membuatnya luar biasa. I was already hopeless, karena waktunya sudah terlalu mepet. Tapi H-5 awal praktikum, aku mendapatkannya! Itu sangat tak mungkin di Jerman, mengingat semua hal sangat terstruktur di sini. But yeah.. He is the God of Miracles.
Masih tak berhenti di situ, Tuhan menghadiahiku teman-teman yang luar biasa satu demi satu. How I thankful for them. Setelah 6x pindah rumah sendirian dan malam sebelumnya selalu nangis karena merasa sebagai anak kecil tak bertenaga (hahaha.. alay yakin), di pindahan ke-7 aku tak sendiri lagi. Seorang teman membantu kami (aku dan temenku tadi) dengan mobilnya. Man, selama ini aku pindahan pake bis atau kereta dan harus angkat-angkat koper sendirian. Tiba-tiba aku punya saudara yang membantuku. I can't be more thankful!
Bisakah kau melihat polanya? I was stuck. There was no way. There was a big big mountain. God took me out of there. Oh super, came another mountain, God took me out again. And I found another one. And God took me out again. Saat aku masih berada di jalan buntu tentu saja aku tak tau apa yang akan terjadi. Tapi sekarang kau bisa melihatnya, kan? He did it so great. Have you ever think how complex is His plan and at the same time so beautiful?
Tuhan hanya bisa mengangkat seseorang yang ada dalam kondisi yang rendah. Tuhan hanya bisa membuka jalan saat di situ tak ada jalan. Tuhan hanya bisa memindahkan gunung saat di situ ada gunung. How could He moves a mountain, when there's no mountain at all? Super logic, right? There has to be one!
Dia akan memangkas ranting-ranting keringmu, supaya tunas yang baru muncul dan menghasilkan buah. Tapi Dia harus memangkas ranting-ranting itu. Jika tidak, maka tak ada tunas yang baru juga. Ke'aku'anmu harus dipangkas habis tak bersisa lagi, supaya kau (dan aku) tak mengandalkan diri sendiri dan orang lain, melainkan DIA. Dalam kelemahanmu kuasa-Nya jadi sempurna. Dalam kegelapan yang paling gelaplah terang-Nya dapat bercahaya paling terang.
His answer may be "wait", but His "wait" means something greater. This is my confidence: He's never failed me.
Jesus replied, “You do not realize now what I am doing, but later you will understand.”
(John 13:7)
No comments:
Post a Comment