Thursday, 14 September 2017

CEPAT=LANGSUNG SAMPAI?

Teknik tansportasi berkembang, semua berlomba-lomba jadi yang tercepat. Dulu orang pergi dengan dokar kemana-mana, sekarang dengan mobil. Negara-negara di dunia memamerkan keretanya yang tercepat. Ah ada jet juga. Semua ingin serba cepat. Tapi satu yang tak terbantahkan:

Yang tercepat pun harus melalui perjalanan. Ia tak langsung sampai tujuan.

Ada orang yang berkata bahwa perjalananku ini adalah percepatan. Aku pun merasa begitu. Ada banyak orang di sini yang harus menunggu lebih lama untuk mendapatkan tempat studi. Aku bahkan dengan kasih karunia Tuhan sudah selesai melakukan 1 bulan praktikum di rumah sakit. Tapi dengan konyol aku sering berharap bahwa aku langsung mulai kuliah, langsung selesai, langsung ini, langsung itu.

Aku punya cerita yang indah tentang waktu Tuhan. Aku punya seorang teman yang sudah tinggal di Jerman 1 tahun lebih lama dariku. Dia sudah mendaftar 3x di Jerman tapi tak satu pun yang lolos. Suatu saat dia lolos dan Tuhan pertemukan kami di satu kelas yang sama. Singkat cerita, kami jadi dekat karena masalah tempat tinggal. FYI susah banget di sini buat cari rumah. Tapi karena itu, kami jadi mengalami mujizat dan dapat 2 kamar di 1 apartemen yang sama. Di hari yang sama, dia cerita bahwa sudah lama dia memendam rasa ingin mengenal Yesus. Beberapa saat setelah itu kami ke gereja dan dia sekarang mengenal Yesus. Dia hanya berkata, "Sekarang aku tau kenapa aku harus menunggu sekian lama." Saat ini untuknya, waktu berbulan-bulan itu tak ada harganya lagi dibanding dengan kasih Tuhan yang boleh dia terima.

Sering kali kita protes ketika ini dan itu terjadi. Protes, karena tak tau untuk apa semua ini terjadi, karena merasa tau yang terbaik.


Di saat itu aku hanya ingin menangis. Ingin menangis malu, karena pernah protes untuk perjalanan panjang yang harus kulalui sampai tiba di kota ini dan bertemu dengan saudariku itu. Seandainya Tuhan tidak memberi kasih karunia untukku, aku tak akan melihat dan merasakan suka cita seseorang, yang sudah lama menantikan Juru Selamatnya.

Bukankah kita sering ingin mendahului Tuhan? Ingin memaksakan terjadi, yang seharusnya belum terjadi, dan ketika keinginan kita tak tercapai lalu berbalik membelakangi Tuhan?Bukankah kita ini tak tau apa-apa tapi sering merasa tau segalanya? Benarkah kita melibatkan Tuhan dalam perencanaan? Atau hanya mengajukan proposal ketika kita selesai berencana?


Yesaya 55:9 (TB)  Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu. 

No comments:

Post a Comment