Sore itu aku memasuki kawasan Suroboyo Night Carnival Park dengan (sepertinya) melompat-lompat penuh bahagia. Hmm kalau sedang bahagia, aku benar-benar seperti anak kecil. Bukan karena tempatnya, tapi karena dengan siapa aku ke sana. Pria yang sama yang kusebut di sini. Aku telah berjanji akan menulis tentangnya.
Dia datang dari Salatiga ke Surabaya untuk menemui gadis kecil yang berisik ini. Aku tau aku diperjuangkan.
Di sana mataku langsung tertarik pada Ferris Wheel, seperti kebiasaanku di pasar malam. Aku benar-benar menyukainya, sampai-sampai aku naik 2x. Hahaha. Well, walaupun itu adalah wahana favoritku, aku baru tau kalo namanya Ferris Wheel. Aku selalu menyebutnya sangkar burung ahahaha.
Aku senang melihat hal-hal dari ketinggian, dari sudut pandang yang tidak selalu aku miliki.
Sering kali kita melihat ketidakteraturan, keabstrakan yang biasa saja bahkan buruk di mata, tapi ternyata dari sudut pandang lain adalah sebuah maha karya. Seperti bagian belakang kristik yang berantakan, sering kali begitulah kita melihat hal-hal dalam kehidupan kita. Padahal sering kali kenyataannya Tuhan sedang membuat kristik yang sangat indah di bagian depan.
Kurasa saat ini aku masih berada di bagian bawah Ferris Wheel hidupku, karena yang kulihat masih belum berubah. Aku belum bisa melihat semua keindahan rencana Tuhan untukku karena aku masih ada dalam proses. Tapi aku tau nanti aku pasti melihatnya pada saat yang tepat. Pada waktunya Tuhan. Tidak terlalu cepat, tidak terlalu lambat.
Dan tentang pria ini?
Dia ada di sisiku sejak aku masih belum tau kemana harus berjalan dan apakah aku harus melangkah. Dia di sana saat Tuhan membisikan ide-Nya. Dia di sana saat aku berjuang mengambil keputusan. Dia di sana saat keputusan dan konsekuensinya sudah tampak di depan mata. Dan dia masih di sini, di tahap-tahap awal Ferris Wheel-ku.
Aku berharap dia juga yang ada di sisiku saat aku ada di bagian atas Ferris Wheel dan melihat keindahan yang belum pernah kuliat dari sudut pandang cewek setinggi 155 cm. Aku berdoa kami bisa melihat bersama hasil pekerjaan Tuhan dalam hidup kami, hasil dari setiap perjalanan dan proses kami menuju mimpi-mimpi terliar dalam hidup kami.
Kami memiliki mimpi besar. Well, terlalu besar bagi kami.
Jika terlalu besar, mengapa kami tetap memimpikannya?
Agar kami tau, ketika mimpi kami menjadi kenyataan, itu bukanlah perkerjaan kami melainkan Tuhan.
Kami memimpikan rumah sakit, sekolah, dan panti asuhan, dimana kami dapat melayani “hand to man, heart to God”. Kami saling tahu, ketika kami berdoa bagi hubungan kami, ada doa bagi mimpi kami yang terselip di sana.
Aku sering mengenalkannya sebagai “Partner”-ku.
Why? Cause he is.
Dia adalah partnerku. Kami berdoa bersama dan berjuang bersama dengan cara masing-masing.
Aku bersyukur memiliki partner yang seirama denganku. Di mana lagi bisa kutemukan yang seperti itu? Di mana kutemukan Pria yang sevisi denganku? Dia adalah berkat bagiku. Kasih karunia dari Tuhan.
Di mana ada berkat, selalu ada tanggung jawab yang mengikuti. Siapa bilang ini tidak berat? Berat. Tapi yang menyertai kami sungguh besar: Tuhan, pencipta langit dan bumi.
Di atas Ferris Wheel kami berdoa.
No comments:
Post a Comment