Saturday, 25 November 2017

HUKUM KASIH // RELAWAN DI PENGUNGSIAN

Ratusan ribu orang menjadi pencari suaka di Jerman karena ketidakamanan di negara mereka. Sebagian besar karena perang, tak sedikit pula yang kabur dari negaranya karena diktator, tapi hampir semua karena kombinasi keduanya. Para pengungsi ini jadi tema besar di Jerman, karena Jerman termasuk 10 negara tujuan pengungsi. Menikmati pekerjaan sosial, aku tergerak untuk masuk ke dalam tema itu sendiri.

Saat aku masih di Indonesia, aku juga terlibat sebagai guru di les-lesan gratis. Rasanya sejak aku meninggalkan Salatiga, ada yang hilang. Ternyata aku senang jadi bagian dari relawan untuk orang lain. I don't live only for myself. Kau diciptakan untuk menjadi berkat bagi orang lain. Bukan hanya untuk hidup bagi dirimu sendiri. Hal itu jadi penggerak kenapa aku mau tergabung di palang merah Jerman untuk menjadi relawan di pengungsian.

Tugasku sangat mudah. Bicara. Aku hanya perlu bantu menyiapkan kopi, teh dan kue, lalu duduk selama 2 jam setiap 2 minggu sekali untuk berbicara dengan para pengungsi di cafe kami. Kami berharap bahwa mereka bisa segera berkomunikasi dengan baik dalam bahasa Jerman. Cukup sulit untuk mereka menemukan kontak dengan orang Jerman. Aku rasa mereka juga ingin didengar. Aku tau, bahasaku nggak sesempurna bahasa ibu. Tapi aku nggak merasa itu sebuah alasan yang kuat untuk mengurungkan niatku.

Suatu hari aku berbincang dengan salah satu pengungi. Dia tidak banyak bicara. Bahasa Jermannya juga belum terlalu baik. Tapi yang penting kami bisa berkomunikasi.

"Kamu senang di Jerman?"
"Senang"
"Kenapa?"
"Di sini orang bisa melakukan yang dia inginkan." (Dia datang dari negara yang dipimpin diktator)
"Trus menurutmu, apa yang ada di Jerman, yang nggak ada di negaramu?"
Setelah beberapa saat diam, dia menjawab sambil menatap kosong, "kedamaian."

Aku terdiam beberapa saat. Trenyuh.

Sejak di sini aku jadi lebih banyak membahas tentang politik dunia, suatu hal yang sebenarnya tak kuminati. Tapi aku sadar bahwa itu penting untuk memahaminya, karena politik memiliki efek besar di dunia ini. Di momen itu muncul sedikit kegeraman atas orang-orang yang hanya memikirkan kekuasaan dan kekayaan diri sendiri dan menyebabkan orang lain sengsara. Kenapa banyak orang ingin berkuasa? Kenapa banyak orang ingin jadi yang terhebat, terkuat, terkaya, tapi orang lain sebagai tumbalnya? Kenapa lebih banyak orang yang menebarkan kebencian daripada kasih? Dari sisi manakah kebencian lebih indah dari kasih?

Lebih memprihatikan lagi adalah, di saat aku melihat sekian banyak orang yang menderita karena perang antara orang-orang dalam negara mereka sendiri, masih saja aku mendengar keributan di Indonesia dengan isu SARA. Aku yakin itu bukan sesuatu yang diinginkan Tuhan. Bukan agama yang ada dibalik semua itu. Itu politik. Don't be stupid.

"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 7:12)


"Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 22:36-40)

No comments:

Post a Comment