Thursday, 23 November 2017

BINTANG

Pukul 01.38 dan aku belum bisa tidur. Tak mengejutkan lagi. Mungkin kamarku terlalu hangat, pikirku. Dengan hati-hati aku berjalan ke arah jendela untuk mematikan pemanas ruanganku. Bukan hal yang paling menyenangkan tentunya, untuk keluar dari selimutku. Belum lagi malas mencari letak kaca mata dan saklar lampu. Wait, stars?

Segera kuambil kaca mataku. Langitnya penuh bintang! Aku tak ingat kapan terakhir kali aku melihat pemandangan favoritku seperti ini. Mengingat ini musim gugur dan langit Jerman selalu abu-abu berawan, langit cerah bukan pemandangan setiap hari. Tapi bukan hanya karena aku jarang melihatnya, aku jadi se-exited ini.

Sering kali banyak hal terlewatkan hanya karena kita tak memperhatikannya. Mungkin mereka hanya terlalu kecil di pandanganmu. Aku sering menulis bahwa Tuhan mencari senyumku, senyummu. Apalagi jika Dia adalah alasannya. Dan aku ingin tak melewatkan satu pun, setidaknya sesedikit mungkin. By paying attention.

Bagiku, langit penuh bintang adalah satu dari sekian banyak hal berharga. Dia membawaku mengingat Penciptanya, yang selalu ingin membuatku tersenyum. Aku selalu teringat lagu yang kuingat sejak masa kecilku:

"Tahukah kamu jumlah bintang di angkasa yang megah?
Dan berapa jumlah awan mengitari dunia?
Tuhan Allah tau semua, tiada satu yang dilupa.
Dari jumlah yang besar, dari jumlah yang besar.

Tahukah kamu jumlah ikan di samud'ra, berenang 
dan berapa burung-burung di udara, yang terbang? 
Tuhan Allah Penciptanya; satu-satu dikenalNya. 
Semuanya pun senang, semuanya pun senang. 

Tahukah kamu jumlah anak di seluruh dunia 
bangun tidur tiap pagi dengan hati yang cerah? 
Allah Bapa dalam sorga mengindahkan semuanya; 
Kau pun diindahkanNya, kau pun diindahkanNya."

I always wonder, how He can see me, a lil girl, in a big big universe.

Jika aku melihat langit-Mu, buatan jari-Mu, bulan dan bintang-bintang yang Kautempatkan: apakah manusia, sehingga Engkau mengingatnya? Apakah anak manusia, sehingga Engkau mengindahkannya? (Mzm 8:4-5)

Bintangku adalah hal kecil untuk orang-orang yang melewatkannya. Tapi untukku, dia adalah tanda cinta Tuhan. That's how attention works. 

Bagaimana kau memandang suatu hal menentukan seberapa berharga hal tersebut di matamu.


Kita lihat dari roti manna misalnya. Kamu bisa bayangkan nggak sih, tiap hari selama 40 tahun turun  roti dari langit untuk orang-orang 1 bangsa besar bernama Israel? Ada hujan roti tiap hari biar orang Israel nggak mati kelaparan, men! Wow, isn't it? Barusan aku membuka lagi alkitabku untuk mencari tau respons orang Israel terhadap hal itu (Keluaran 16) dan aku benar-benar tercengang mendapati bahwa di ayat selanjutnya tak diceritakan bahwa bangsa Israel bersorak-sorai memuji Tuhan atau sebagainya, melainkan sungut-sungut meminta air.

Aku suka membaca cerita bangsa Israel, karena sering kali mereka adalah cerminan yang baik untuk kita. Jangan-jangan kita pun begitu. Apakah makanan pada hari ini adalah hal yang memang sudah sepantasnya tersedia untukmu? Dia bukan hal yang spesial, kan? Dan oh, sekolahmu. Kuliahmu. Dia juga hal yang memang lumrah kau terima, bukan? Ah mungkin mereka lebih terlihat sebagai beban. Yeah. Perhatikan caramu melihat.

Bintang-bintang berkerlip, mengingatkanku hal-hal yang mungkin terluput dari perhatianku. Tak lama lagi mereka akan segera hilang dari pandanganku. Giliran matahari yang kuharap akan muncul di pagi musim gugur yang berangin.

No comments:

Post a Comment